SWARAPUBLIK – Bertempat di Gedung Kesenian Sunan Ambu ISBI Bandung, Iwan Hutapea dan Johan Didik akan shering pengetahuan tentang tata cahaya panggung dalam kelas pecahin edisi 2, selama empat hari mulai 13-16 Januari 2025.
Terkait dengan hal tersebut Wakil Rektor II ISBI Bandung bidang Perencanaan, Keuangan, dan Umum Neneng Yanti Khozanatu Lahpan menyambut baik gelaran tersebut karena sangat penting dan bermafaat tidak hanya bagi mahasiswa tapi juga para dosen.
“Tata cahaya ini tidak bisa dipisahkan dari seni pertunjukan, selain teater, pertunjukan tari dan musik jug memerlukan kemampuan dari penata tata cahaya yang mumpuni,” kata Neneng kepada wartawan di Gedung Kesenian Sunan Ambu ISBI Bandung, Senin, 13 Januari 2025.
Harus diakui, tegas Neneng, saat ini kita kekurangan tenaga Sumber Daya Manusia (SDM) khususnya penata cahaya ini. Disatu sisi dunia pertunjukan berkembang dengan demikian pesatnya, namun tidak diimbangi dengam tenaga profesional penata cahaya.
“Di ISBI, jurusan tata cahaya belum ada, tapi matakuliah tata cahaya ini diberikan pada mahasiswa/siwi prodi seni teater,” terang Neneng.
Oleh karena itu, tidak menutup kemungkinan kedepan bisa saja ISBI membuka jurusan baru kerana permintaan dan pasokan tenaga profesional tata cahaya ini kesenjangannya masih sangat jauh sekali.
“Tentunya kan harus ada kajian lebih mendalam terlebih dahulu sebelum membuka jurusan baru. Tapi kenapa tidak jika kedepan ISBI Bandung ikut ambil bagian dengan melahirkan tenaga-tenaga baru penata cahaya untuk mendorong tumbuhnya ekosistem tersebut,” katanya.
Sementara itu, Iwan Hutapea mengatakan belum banyak sumber daya manusia yang mumpuni dibidang ini. Ada ketidakcocokan antara suplay dan demand, dimana beberapa tahun lalu, dunia even sangat berkembang, banyak acara ditambah budaya yang beragam.
“Setiap pertunjukan membutuhkan tata cahaya, suplay tenaga kerja sangat terbatas, fasilitas pendidikan menuju kesana hampir tidak ada. Sehingga tenaga kerja sangat kurang,” ucapnya.
Iwan menuturkan, untuk itu melalui “Pecahin” yang berdiri sejak 2016, bertujuan saling sharing pengetahuan, karena media yang kita miliki sangat terbatas. Pada kesempatam ini kami menggaet ISBI karena selama ini kami sering mengadakan workshop sendiri. “nah disini (melihat) ada peluang kerjasama dengan dunia pendidikan, diman ISBI memiliki mata kuliah mata cahaya, sehingga kolaborasi ini sangat positif yang bisa kita tularkan kepada pelaku tata cahaya, baik mahasiswa dan masyarakat umum,” katanya.
Jika melihat kebelakang, kata Iwan, pada era 70an, institut seni menjadi acuan, dimana banyak tata cahaya dari mancanegara belajar ke Indonesia. “Salah satunya Taman Ismail Marzuki, nah setelah itu di kita antara stag tidak berkembang, malah makin berkurang,” katanya.
Hal senada juga di ungkapkan eh Johan Didik yang mengatakan pada 10- 20 tahun lalu, Indonesia sangat tertinggal, karena berbagai hal. Salah satunya terkait barang masuk.
“Pada 5-10 tahun terakhir cukup signifikan, dimana barang dan akses teknologi sangat mudah ke Indonesia, dan setelah 2022, perkembangan industri seni pertunjukan dan imbasnya ke tata cahaya, dimana Indonesaia jadi barometer di Asia Tenggara, dan kita bangga, ini menjadi challaenge,” pungkas Johan.***