SWARAPUBLIK – Perupa asal Pulau Dewata Bali, I Ketut Teja Astawa berpameran tunggal di Lawangwagi Creative Space, Bandung mulai dari 15 Desember 2023 hingga 15 Januari 2024.
Pameran tunggal I Ketut Teja Astawa berjudul “The Unusual Epic” terselenggara atas kerjasama Zen1 Gallery dan ArtSociates serta dikurasi oleh Rizki Ahmad Zaelani.
Perupa I Ketut Teja Astawa dikenal dengan sejumlah karyanya yang terinspirasi oleh tokoh binatang hingga cerita pewayangan yang lekat dengan masa kecilnya. Hal ini membuat karya yang ditampilkannya pada pelbagai dimensi ruang dan waktu yang tentunya tidak linear, lebih tepat disebut concentric plot ini memberi makna baru perihal fragmen sejarah seni lukis tradisi Kamasan dan seni lukis modern Indonesia pada suatu bentang sejarah tertentu.
Dalam pameran tunggalnya kali ini, Teja Astawa tidak hanya menyajikan lukisan dari akhir tahun 90-an hingga sekarang, tapi ia juga menyajikan karya trimatra serta instalasi seni yang terkait dengan pokok soal yang serupa dengan lukisan-lukisannya.
Direktur ArtSociates, Andonowati mengatakan, pameran ini dikurasi dengan baik, sehingga kami tidak dapat mengabaikan bahwa setelah melihat hasil akhir karya-karya Teja, kami merasakan kemajuan yang signifikan dalam pemilihan visual dan penggunaan teknik material dalam konteks ekspresi seninya.
“Hal ini telah menjadikan karya-karya Teja lebih memikat dan mengesankan. Atas rekomendasi dari Jean Coutea, penulis seni rupa di Bali, Teja Astawa adalah satu-satunya seniman Bali yang brilian dalam mengeksekusi warna pada lukisannya. Kemudian saya mulai mengoleksi lukisan karya tahun 1994 padahal saya baru mengenal seniman ini di tahun 2006.” Kata Andonowati saat membuka pameran. Jumat 14 Desember 2023.
Direktur Zen1 Gallery, Nico Kuswanto mengatakan Galeri Zen1 mulai bekerjasama dengan Teja Astawa pada tahun 2019. “Buat saya Teja satu-satu seniman Bali yang bisa kombinasan tradisi seni Bali dan seni kontemporer pada lukisannya,” ujarnya.
“Pameran ini adalah pameran yang paling komplit dalam menyajikan periodisasi karya-karya Teja Astawa di Lawangwangi Creative Spase, karena bisa menyajikan karya lama dan karya paling baru,” imbuhnya.
Rizki Ahmad Zaelani, kurator pameran ini, menjelaskan secara rinci, bahwa, Lukisan-lukisan mutakhir Teja Astawa sepenuhnya mengembangkan inspirasinya dari tradisi seni Kamasan hingga menjadi perkembangan karakter ekspresi lukis Bali yang belum pernah dikerjakan para seniman lainnya.
“Sebelumnya, Teja telah menunjukkan kecenderungan mengerjakan karya figurative dengan inspirasi bentuk-bentuk yang berasal tradisi wayang,” ujarnya.
Kecenderungan ini, tutur Rizki, menjelaskan arah maupun tahapan dari cara Teja untuk mengenali lebih dekat tradisi seni Kamasan.
Lukisan pada periode ini nunjukkan pola penggambaran obyek-obyek tunggal yang ditempatkan dalam bidang-bidang komposisional berwarna; bentuk-bentuk figur pun digambarkan dalam cara penyederahaan yang berbeda dari kebiasaan tradisi wayang serta nampak lebih bersifat karikatural.
Karya-karya periode ini kebanyakan dikerjakan Teja Astawa di Yogyakarta dan sebagian lainnya di Bali. Lukisan-lukisan periode ini jelas tak sama dengan kecenderungan karya-karya periode terakhir namun tetap menunjukkan irisan kecenderungan dan alur perkembangan yang sama.
“Dalam ekspresi lukisannya, Teja Astawa menunjukkan pengalamannya berdasarkan kebiasaan masyarakat Bali, sebagaimana ia tumbuh besar dan bergulat hidup di dalamnya. Teja mengalami Bali ‘yang biasa’ namun kemudian ia tunjukkan sebagai Bali ‘Yang tak biasa’.” ujarnya.
“Perubahan bentuk figur wayang dan warna pada lukisan saya seiring dengan pemahaman saya terhadap lukisan Kamasan. Terutama soal warna pada lukisan saya, dimana lukisan Kamasan menggunakan warna-warna tanah (cold colour) dengan material alam,” ujar Teja Astawa
“Setelah saya kenal lukisan-lukisan Kamasan di tempat-tempat suci saya mulai mengembangkan warna-warna tradisional itu. Begitu juga dengan cerita-cerita wayang pada lukisan tradisi Kamasan sudah saya kembangkan atau saya buat cerita sendiri seperti cerita kehidupan keseharian manusia saat ini,” katanya.
Asmudjo J. Irianto dalam pembukaan pameran tunggal Teja Astawa di Lawangwangi Creative Space menyingung soal irisan pemahaman post-tradition dalam praktik seniman saat ini, khususnya seniman Bali.
Bahwa post-tradition adalah modernitas. Modernitas yang mengunggah seni tradisi dengan kombinasi aspek personal senimannya. Pameran ini salah satu bentuk hibriditas dalam praktik seni rupa kontemporer.
Karya Teja Astawa beberapa di antaranya menyajikan aspek narasi, narasi yang menggambarkan problematika seni budaya Bali. Tapi, pameran tunggal Teja Astawa ini juga bisa disebut pameran retrospektif karya-karya Teja Astawa karena melingkupi karya tahun 90-an dan yang paling baru.
Profil Teja Astawa
Seniman Bali lulusan STSI (sekara ISI) Denpasar ini tidak hanya dekat dengan seni budaya Bali yang tradisional dan modernnya. Ia juga dekat dengan budaya global dan metropolitan.
Tak heran bila ia juga sering memamerka n karyanya di Yogyakarta, Jakarta, Bandung, Singapura, Jeju (Korea Selatan) dan Basel (Swiss). Dan pameran tunggal di Bandung kali ini cenderung menyajikan fragmen sejarah karya seni Teja Astawa dari akhor tahun 1990 – 2023.
Tentu saja banyak hal menarik dari bentang sejarah kekaryaannya yang paling mutakhir, seperti yang sudah dijelaskan oleh kurator pameran ini. Teja Astawa mampu menyuguhkan ciri khas praktik seni seniman Bali yang mengglobal, dimana substansi pengalaman estetik yang terinspirasi dari keseharian Teja Astawa dan masyarakat global dapat dielaborasi dengan narasi yang eposal pada karya-karyanya, terutama lukisan.***
Editor:
Denny Surya