SPOL — Institut Seni Budaya Indonesia (ISBI) Bandung kembali menggelar Studium Generale bagi mahasiswa baru Tahun Akademik 2025/2026, Kamis, 28 Agustus 2025, di Gedung Kesenian Sunan Ambu.
Acara tahunan ini bukan sekadar ajang penyambutan, tetapi momentum mempertegas peran kampus seni budaya sebagai agen perubahan kebudayaan Indonesia.
Rektor ISBI Bandung, Dr. Retno Dwimarwati, S.Sen., M.Hum., menegaskan bahwa kekayaan budaya bangsa harus diolah menjadi kekuatan ekonomi kreatif (ekraf) yang memberi manfaat luas.
“Kita berharap betul bahwa apa yang kita miliki, konten-konten yang kita punya di ISBI Bandung ini bisa menjadi bagian untuk mengembangkan dunia kebudayaan di Indonesia,” kata Retno usai acara kepada wartawan.
Retno menyebutkan, ISBI telah mengembangkan berbagai portal digital kebudayaan, mulai dari SIBUDI (Sistem Informasi Budaya Indonesia) hingga SIWATI (Sistem Informasi Warisan Tangible Intangible Indonesia).
Kedua sistem ini, menurutnya, menjadi wadah pencatatan dan pemajuan kebudayaan yang tidak hanya relevan bagi Jawa Barat, tetapi juga Indonesia, bahkan dunia.
Ia menekankan, mahasiswa yang belajar di ISBI Bandung diharapkan kembali ke wilayah asalnya setelah lulus, menjadi motor penggerak kebudayaan di desa dan komunitas masing-masing.
“Mereka belajar, menimba ilmu di ISBI, dan setelah lulus kembali ke wilayahnya masing-masing untuk membangun, menguatkan agar jauh berkembang, dan bisa menjadi agen kemajuan kebudayaan,” ujar Retno.
Yovie Widianto: Kreativitas, AI, dan Harapan Baru untuk Ekraf
Studium Generale kali ini menghadirkan musisi sekaligus Staf Khusus Presiden Bidang Ekonomi Kreatif, Yovie Widianto, sebagai narasumber. Bagi Yovie, kedekatan batinnya dengan Bandung dan dunia seni membuat kehadirannya di ISBI terasa personal.
“Saya ada keterikatan secara batin, secara romantisme dengan kota Bandung dan juga berkesenian. Saya melihat begitu bersemangatnya dan bakat-bakat hebat di sini. Tentu kita punya harapan besar agar budaya yang dikembangkan bisa menjadi akar ekonomi kreatif Indonesia,” katanya.
Yovie juga menyinggung peran teknologi, khususnya Artificial Intelligence (AI), yang kerap menimbulkan kegelisahan di dunia kreatif. Ia mengingatkan agar teknologi dipandang sebagai mitra, bukan ancaman.
“AI itu bukan musuh kita, AI bisa jadi mitra untuk mengembangkan sekaligus menjaga agar nilai budaya tidak hilang. Seperti halnya cinta sejati, jangan sampai perjuangan manusia tergantikan oleh sesuatu yang artifisial,” ujarnya.
Ia juga menitipkan pesan khusus kepada mahasiswa baru ISBI agar jangan takut tampil berbeda.
“Berbeda adalah modal kita untuk diferensiasi. Masuk ISBI adalah sebuah kepercayaan diri dan kebanggaan. Saya berharap Indonesia menjadi besar karena orang-orang yang berbakat dan bangga akan keseniannya,” tutur Yovie.
Kampus, Budaya, dan Tantangan Teknologi
Dengan tema “Kampus, Budaya, dan Tantangan Teknologi”, acara ini diikuti 643 mahasiswa baru dari 13 program studi, mulai dari D3 hingga S1.
Rangkaian kegiatan diharapkan memperluas wawasan mahasiswa di luar kelas sekaligus menumbuhkan motivasi berkarya di bidang seni dan budaya, dengan tetap berpijak pada akar tradisi di tengah derasnya arus modernisasi.
ISBI Bandung meneguhkan dirinya bukan sekadar lembaga pendidikan, melainkan pusat pengembangan budaya yang menyatukan tradisi, kreativitas, dan teknologi untuk masa depan Indonesia.***













